Muhammad Salman Al-Farisi Nugroho adalah anak yang luar biasa. Seorang anak yatim yang ditinggalkan oleh ayahnya pada tahun 2021 karena COVID-19, ketika usianya masih sangat muda, yaitu duduk di kelas 4 SD. Kehilangan ayahnya pada usia yang begitu muda tentu merupakan pukulan berat bagi Salman dan ibunya. Namun, mereka tidak menyerah pada nasib. Ibunya, seorang guru PNS yang tangguh, terus berjuang untuk masa depan anak satu-satunya tersebut.
Sejak kecil, Salman menunjukkan bakat yang luar biasa dalam membaca Al-Quran. Bacaan Al-Qurannya sangat merdu dan mampu menyentuh hati siapa saja yang mendengarnya. Pada usia yang sangat muda, Salman sudah berhasil menghafal 4 juz Al-Quran. Kemampuannya ini tidak hanya membuat keluarganya bangga, tetapi juga sekolahnya. Saat masih di SD, Salman pernah meraih juara 2 dalam lomba Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) di sekolahnya, mengalahkan banyak peserta lainnya.
Ketika ayahnya meninggal, dunia Salman seolah runtuh. Namun, ibunya menjadi sumber kekuatan yang tak tergoyahkan. Dia selalu berkata kepada Salman bahwa ayahnya pasti bangga melihat ketekunan dan keimanannya. Ibu Salman, dengan kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga, terus membimbing Salman agar tetap fokus pada pelajaran dan hafalannya.
Setelah kepergian ayahnya, ibunya memutuskan untuk memasukkan Salman ke SMP Darul Fikri Sidoarjo, sebuah pesantren yang dikenal dengan program hafalan Al-Qurannya yang kuat. Ibu Salman memiliki harapan besar bahwa Salman dapat menyelesaikan hafalan 30 juznya selama mondok di sana.
Di pesantren, Salman dikenal sebagai anak yang tekun, rajin, dan taat beribadah. Dia tidak hanya mengikuti semua kegiatan wajib di pesantren, tetapi juga melaksanakan shalat sunnah dengan penuh keikhlasan. Para guru di pesantren sangat menyukai sikap sopan dan hormat Salman. Dia selalu menunjukkan adab yang baik terhadap semua orang, baik kepada teman-temannya maupun kepada para gurunya.
Salman menghabiskan banyak waktunya untuk mengulang hafalan dan memperdalam ilmu agama. Setiap pagi sebelum fajar, dia sudah bangun untuk melaksanakan shalat tahajud dan mengulang hafalan Al-Qurannya. Ketekunannya ini membuahkan hasil yang luar biasa. Satu demi satu, juz demi juz, Salman berhasil menambah hafalannya.
Ibunya selalu berdoa agar Salman dapat menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Quran selama mondok di pesantren. Bukan hanya untuk kebahagiaan dirinya sendiri, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi ayahnya yang sudah tiada. Ibu Salman percaya bahwa setiap ayat yang dihafal oleh Salman akan menjadi cahaya bagi ayahnya di alam kubur.
Salman juga memiliki harapan yang besar. Dia ingin menjadi seorang hafidz Al-Quran yang bisa memberikan kebahagiaan kepada ibunya dan juga menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dia ingin menunjukkan bahwa meskipun hidup tidak selalu mudah, dengan tekad, doa, dan usaha yang keras, kita bisa mencapai apa yang kita impikan.
Salman terus menjalani hari-harinya di pesantren dengan penuh semangat. Dia semakin dekat dengan cita-citanya untuk menghafal 30 juz Al-Quran. Ibunya selalu mendukungnya dengan doa dan cinta tanpa batas. Setiap kali bertemu dengan ibunya, Salman selalu berkata bahwa dia akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi harapan ibunya dan membuat ayahnya bangga.
Kisah Muhammad Salman Al-Farisi Nugroho adalah bukti bahwa ketekunan, doa, dan dukungan keluarga dapat mengatasi segala rintangan. Meskipun kehilangan ayahnya pada usia yang sangat muda, Salman mampu bangkit dan terus berjuang untuk mencapai impiannya. Semoga kisahnya dapat menginspirasi banyak orang untuk tidak pernah menyerah, meskipun hidup penuh dengan tantangan.